15 TIPS PECAH DARA MALAM PERTAMA SUAMI ISTERI MENURUT ISLAM
Menikah hukumnya adalah Sunnah. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda, “Menikah itu adalah sunnah ku. Akan tetapi apabila kalian enggan untuk menikah, maka kalian bukan dari golonganku”. Dan dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membenci sunnah ku, maka ia bukan termasuk dalam golonganku”.
Menikah mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk menghindarkan manusia dari perbuatan zina. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah, karena ia (menikah) dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu (menikah) hendaknya ia berpuasa, sebab ia (puasa) dapat mengendalikan (hawa nafsu) mu”.
Indahnya pernikahan, apabila dilakukan sesuai sunnah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Keindahan pernikahan akanlah sia-sia jika kita sebagai ummat Muhammad SAW tidak mengerti adabnya, termasuk ketidakfahaman tentang apa yang harus dilakukan di malam pertama . Tentu jika tidak mengerti dan kita biarkan ketidakfahaman tersebut, bukan hanya mendatangkan dosa, tapi juga azab dunia dan akhirat akan menimpa.
Untuk itu, berikut PHYLOPOP sarikan ringkasan dari kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), karya Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani, khususnya tentang bagaimana memperlakukan pasangan suami isteri di malam pertama (honeymoon).
Pertama, saat pertama kali akan melakukan hubungan suami isteri, hendaknya suami meletakkan tangannya pada kepala isterinya, seraya membaca bismillah dan doa untuk keberkahan, iaitu:
Pertama, saat pertama kali akan melakukan hubungan suami isteri, hendaknya suami meletakkan tangannya pada kepala isterinya, seraya membaca bismillah dan doa untuk keberkahan, iaitu:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ
(Ya Allah berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya)
(Ya Allah berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya)
dan doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
(Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya).
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
(Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya).
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah bismillah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)”.
Kedua, shalat Sunnah dua raka’at bersama. Shalat sunnah ini dilakukan ketika akan melakukan hubungan suami isteri untuk pertama kali. Kemudian berdo’a:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ
(Ya Allah, berilah aku berkah dari isteriku, (begitu pula sebaliknya) berilah isteriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami).
Syaqiq bin Salamah mengatakan,
“Suatu hari datang lelaki, namanya Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku cekcok”, maka Abdullah bin Mas’ud r.a mengatakan, “Sesungguhnya kerukunan itu dari Allah, sedang percekcokan itu dari setan, ia (setan) ingin membuatmu benci dengan apa yang Allah halalkan bagimu. Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu shalat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah (Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami)“.
Ketiga, bermesraan dengan istri, sebelum berhubungan suami istri, misalnya dengan menyuguhkan minuman, atau yang lainnya.
Keempat, hendaklah (suami) berdo’a ketika menggauli istri. Do’a nya adalah:
Keempat, hendaklah (suami) berdo’a ketika menggauli istri. Do’a nya adalah:
بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami).
Rasulullah bersabda,
“(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami). Do’a itu, apabila Allah berkehendak memberikan anak, niscaya setan tidak akan mampu membahayakan anak (itu) selamanya”.
Kelima, suami boleh menggauli istrinya di vagina sang istri, dari arah manapun si suami sukai, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana firman Allah SWT, “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki” (QS. Al- Baqarah : 223)
Keenam, haram hukumnya bagi suami apabila (suami) menggauli istrinya di dubur istrinya. Hal itu merupakan dosa besar. Karena Rasulullah bersabda, “Terlaknat orang (suami) yang menggauli para wanita (yaitu istrinya) di dubur nya (yakni lubang anus)”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Adapun orang yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Allah , dan tidak ada kaffarat (tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Allah “.
Ketujuh, berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin menambah (melakukannya) lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya untuk melakukannya lagi”.
Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’ ,
“Suatu hari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu kepada beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan).
“Suatu hari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu kepada beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan).
Kelapan, suami istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat, meski saling melihat aurat masing-masing. Ada banyak hadits yang menerangkan hal ini, diantaranya.
Aisyah r.a mengatakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan, “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku”, ketika itu kami berdua sedang junub” .
Kesembilan, usai berhubungan, hendaklah berwudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi. Karena hadits riwayat Abdulloah bin Qais , ia mengatakan: Aku pernah menanyakan kepada Aisyah , “Bagaimana Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu ketika junub, apakah mandi sebelum tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia (Aisyah) menjawab, “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku menambahi, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan perkara ini mudah”.
Kesepuluh, jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Lakukan apa saja (dengan istri kalian) kecuali jima’”.
Kaffarat (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika istrinya sedang haid, sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas , Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang suami yang mendatangi istrinya ketika haid, maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Yang dimaksud dengan dinar dalam hadits itu adalah dinar emas, dan 1 dinar emas itu sama dengan 1 mitsqol, sedang 1 mitsqol itu sama dengan 4 ,24 gram emas murni”.
Kesebelas, ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) diperbolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.
Karena perkataan Jabir, “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di saat Alqur’an masih turun”. Dalam riwayat lain, “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam (masih hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau Nabi Muhammad , akan tetapi beliau Nabi Muhammad tidak melarang kami (melakukan ‘azl)”.
Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang samar”.
Kedua belas, setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturrahim mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang semestinya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas r.a, ia mengatakan, “Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengadakan walimah (resepsi) saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging, lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam pertamanya”. (HR. Bukhari).
Ketiga belas, keduanya (suami dan istri) wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir r.a, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan memasukkan istrinya ke dalam kamar mandi umum”. (HR. Tirmidzi, sanadnya hasan).
Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan, “Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam berpapasan denganku, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab, “Dari kamar mandi umum”. Maka beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan Tuhannya Yang Maha Penyayang”. (HR. Ahmad).
Keempat belas, kedua (suami dan istri) diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam , “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.”
Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah (akhlaq), padahal Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.
Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak makruh, sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini”. Begitu pula pertanyaan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abu Tholhah, “Apa malam tadi, kalian telah menjalani malam pertama?” . Dan pesan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Jabir , “Semangat dan semangatlah”.
Kelima belas, mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits Buraidah bin Hushoib r.a, bahwa ketika Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah Az-Zahra, Rasulullah mengatakan, “Pernikahan itu harus ada walimahnya (resepsi)”. Juga sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abdurrahman bin Auf, “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing”.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan